Sabtu, 28 desember 2013 yang lalu, saya berkesempatan untuk datang pada acara seminar parenting nasional. Seminar ini menghadirkan penulis buku best seller ust. M. Fauzil Adhim. Wah, rasanya gimanaa gitu bisa jumpa dengan penulis buku yang saya kagumi karena keluasan ilmunya yang tertuang dalam tulisan-tulisan yang berbobot juga insha Allah. Yang pasti senang karena bisa menimba ilmu secara langsung kepada beliau. Pada tulisan ini, saya ingin men-share sedikit ilmu yang saya dapat dari seminar ini.
Pada awal seminar ustad bertanya, “Jika kita ingin
membangun gedung yang sangat tinggi, apa yang perlu diperhatikan?”, ada peserta
yang menjawab pondasi. Yup, ternyata pondasi merupakan hal yang sangat krusial
dalam membangun suatu gedung. Jadi, sibuk dengan akseroris atau eksterior
adalah hal yang kurang tepat. Begitu halnya dengan anak, bangun pondasi mental yang
kuat pada anak, jangan rapuh. Seperti halnya mengajak anak untuk melakukan
shalat atau menggunakan jilbab atau menghafal al Quran, bangun pondasi
pemahaman yang kuat mengenai shalat atau jilbab atau al Quran. Jangan hanya
menyuruh saja. Karena bagaimana anak mau berpayah-payah melakukan sesuatu jika
belum diberi keyakinan.
Sebagai tambahan, memperhatikan umur anak ketika mengajak
mereka untuk melakukan perintah agama juga sangat penting. Dalam al Quran
dijelaskan bahwa ketika umur 10 tahun sudah harus melakukan salat, jika tidak
mau ada konsekuensinya. Nah, disini, usia 7 tahun bagi anak udah bisa dilatih
untuk menunaikan salat. Agar kebiasaannya terbentuk. Sehingga ketika umur 10
tahun, sang anak diharapkan telah mempunyai kebiasaan dan kesadaran untuk
mendirikan salat.
Saat ini, sekolah-sekolah agama kita lihat anak-anak
diajak untuk mendirikan salat, menghafal quran, dll. Sungguh ini merupakan
program yang bagus. Namun ada bagusnya jika program-program seperti ini
disertai dengan penanaman pemahaman yang kuat terhadap anak. Sehingga berbagai
macam kegiatan yang dijalani oleh anak disekolah tidak sekedar menjadi rutinitas
dan beban bagi mereka. Konsep ini penting. Kenapa? Disini, ustad mengajukan
pertanyaan lagi, “Apakah orang yang tau banyak tentang agama itu semuanya
beriman?” jawabannya, belum tentu. Kita belajar dari sejarah Aceh sendiri,
seorang Snouck Hongraje. Dia tau banyak tentang agama, namun visinya adalah
untuk menjatuhkan Rakyat Aceh. Contoh lain, koleksi buku-buku Islam yang
terbanyak di Indonesia itu ada dimana? Apakah di perpustakaan-perpustakaan
Universitas Islam? Ternyata tidak. Menurut info dari ustadz, justru koleksi
buku islam terbanyak di Indonesia itu ada di Gereja. Ustad ada sebutin nama
lokasinya tapi saya ga ingat lagi. Untuk apa nonmuslim mengkoleksi buku-buku
itu? Untuk mereka pelajari sehingga dapat mencari kelemahannya.
Nah, korelasinya seperti apa ya? Pengetahuan
itu beda dengan yakin. Sekedar memiliki pengetahuan agama yang
banyak tidak akan mengubah apapun. Karena tidak tertanam dalam hati. Maka kokohkanlah
keyakinan dan kuatkan tujuan agar apa yang dipelajari itu mudah untuk diamalkan.
Ada riset yang mengatakan bahwa sebaiknya tidak
mengatakan kata ‘jangan’ kepada anak-anak. Sebaiknya mengganti kata ‘jangan’
dengan kata positif. Seolah-olah menggunakan kata jangan adalah sesuatu yang
tidak baik. Padahal jika kita kaitkan hasil riset ini dengan yang terdapat
dalam al-Quran, maka ada kontradiksi. Dalam QS Al Luqman, yaitu surat yang sering
dikaitkan dengan cara mendidik anak, maka kalimat yang dinyatakan adalah “Ya
Bunayya, Laa…” yang menunjukkan suatu
kalimat larangan. Pun, kunci masuk surga adalah Laailaahaillallah. Ada kata Laa
disitu. Dalam sebuah buku tentang manajemen kelas yang baik, dikatakan bahwa
hendaknya dalam kelas itu ada aturan dan batasan, ada aturan dan prosedur, ada
perintah dan larangan. Jadi, bantulah anak-anak untuk bersikap seperti yang
kita harapkan dengan aturan yang jelas. Sekali lagi, dengan aturan yang jelas.
Kemudian, ustad juga menyebutkan tentang anjuran untuk sukses.
Misalnya pada seminar atau pelatihan-pelatihan yang menggunakan kata motivasi seperti
Let’s get success yang kemudian diikuti dengan jawaban Yes, Bisa!. Yang ustadz
ingatkan disini bahwa, anjuran untuk sukses itu sejak dulu sudah ada. Hal ini
terdapat pada lafazh azan, “hayya ‘alasshalah” (mari meraih kemenangan) yang
kita ketahui bersama bahwa jawabannya adalah “laa haula wala quwwatailla billah”
(tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah).
Pada akhirnya, lebih kurang ini hasil dari mengikuti
seminar parenting nasional menumbuhkan segenggam iman anak kita. Panjang juga
ya tulisan nya, semacam ahli kalipun saya dalam bidang parenting, padahal
berkeluargapun belum. Doakan ya pembaca, saya segera berkeluarga. Ups,
curcol :D