Proses
menulis kreatif merupakan lanjutan dari membaca kritis. Perbedaan membaca dan
menulis adalah saat membaca kita mengamati tulisan orang lain, posisi kita
aktif tapi pasif karena kita menilai tujuan tulisan orang lain. Sedangkan saat menulis
kita yang aktif dalam mengemukakan pandangan kita.
Diawal
kelas, kami diberikan secarik kertas yang terdiri dari beberapa kata. Dalam dua
menit kami diharapkan untuk menulis segera apa yang terlintas dipikiran ketika
membaca kata tersebut. Saat mengerjakan tugas tersebut, saya pribadi terus
terang perlu waktu juga untuk berpikir, ga bisa langsung dapat ide untuk
merangkai kata.
Pemateri
menanyakan beberapa pertanyaan, seperti di kelas ini apa ada yang pernah nulis
esai? Beberapa menjawab iya, beberapa menjawab tidak. Pertanyaan lanjutan,
kira2 hambatan dalam menulis apa? Saat itu pemateri menulis kreatif meminta
kami untuk sharing mengenai hambatan apa aja yang didapat ketika menulis. Dari
jawaban yang kami berikan, setidaknya terdapat dua hambatan bagi kami untuk
menulis. Yang pertama adalah hambatan teknis yang berupa sulit mendapat ide,
ilmu/wawasan yang kurang, masalah koherehensi, vocabulary. Yang kedua yaitu
hambatan psikologi, dan ini yang paling banyak. Hambatan psikologi ini berupa
ketakutan untuk mengemukakan pandangan pribadi yang terkadang berbeda dengan
pandangan kebanyak orang, takur akan komentar orang lain terhadap tulisan kita,
merasa kerdil atau terlalu memandang negatif karya tulisan kita sendiri,
khawatir jika yang ditulis dianggap konyol, atau terlalu sederhana, plagiat
tanpa sadar, dan kekhawatiran lainnya.
Kemudian,
pemateri mengajukan lagi pertanyaan, “apa pernah membaca esai yang berkesan?” salah
seorang peserta di kelas menjawab dan menyebutkan esai berkesan yang pernah dia
baca. Yaitu tentang pengasuhan tanpa syarat. Inti esai tersebut bahwa orang tua
atau orang dewasa yang mengasuh anak2, hendaknya senantiasa bersikap baik pada
anak, baik pada saat anak2 itu bersikap berkenan atau tidak berkenan bagi orang
tuanya. Kalo ada yang kurang jelas, Tanya sama teman saya :D.
Di kelas
menulis kreatif ini kami fokus ke esai. Esai itu sendiri berasal dari Bahasa Perancis
yaitu Essayer yang artinya suatu usaha. Contoh esai yang paling sederhana yaitu
surat. Misalnya anak kos yang mengirim surat untuk ortunya yang intinya minta
duit. Dalam surat tersebut pastinya dijelaskan kenapa bisa sampe perlu duit,
ada usaha oleh si anak untuk meyakinkan ortunya agar kehendaknya tercapai.
Yang
harus dipahami lagi bahwa esai itu merupakan karangan khas yang berdssarkan
sudut pandang personal pengarang. Semacama tulisan2 di blog ini, udah bisa lah
disebut esai. Bentuk esai seperti sidik jari / sensor retina mata (biometri)
yang jarang ada duanya. Misalnya cara orang membuka seperti apa, menutup
seperti apa, menarik kesimpulan seperti apa, pasti akan berbeda antara satu penulis
dengan penulis yang lain.
Pemateri
menyampaikan bahwa ada tiga pilar dalam esai, yaitu komposisi, data dan
impresi. Kita bahas satu persatu. Yang pertama komposisi. Bahasannya mencakup: darimana
kita memulai, pilihan kata, sikap berbahasa, bagaimana mengunci. Khusus
mengenai sikap berbahasa, hendaknya kita memperhatikan penggunaan EYD. Yang paling
penting, kalo berbicara atau nulis, bahasanya jangan campur2..ini menunjukkan
orang yang tidak punya sikap berbahasa…tertohok sekali saya mendengar pemateri
menyampaikan poin ini :D. Yang kedua data. Data dalam esai harus lebih
bersuara. Dalam artian data yang ada dikaitkan, misalnya data orang buta aksara
kita kaitkan dengan data kemiskinan. Contoh lain, data kekurangan air di
Afrika, kita kaitkan dengan data pemborosan air di benua lain. Dan yang ketiga
yaitu impresi. Esai hendaknya mengesankan pembaca.
Di akhir
kelas, pemateri menyampaikan bahwa menulis itu bukan bakat. Ia harus dilatih. Intinya,
jika pengen pintar nulis, harus banyak latihan. Pelajari teknik orang nulis. Katakan
iya untuk menulis kreatif dan saia pun masih berproses.
Ini beberapa
sumber lainnya terkait menulis kreatif
*Creative Writhink ala Fahd Djibran
Menulis Kreatif ala Raditya Dika
Rahasia Menulis ala Salim A. Fillah
No comments:
Post a Comment