membersamai orang-orang shalih
memang perintah Allah
memang keniscayaan bagi ikrar taqwa
tetapi meletakkan harapan
atau menggantungkan kebaikan diri padanya
pada sosok itu
adalah kesalahan
dan kekecewaan…
seorang sahabat berkata padaku
“aku ingin menikah
dengannya…hanya dengannya…”
aku bertanya mengapa
“agar ia menjadi imamku…
agar ia membimbingku…
agar ia mengajariku arti ikhlas dan cinta
agar ia membangunkanku shalat malam
agar ia membersamaiku
dalam santap buka yang sederhana”
“ahh…. itulah masalahnya,” kataku
dan dia kini tahu
bahwa khawatirku benar
bahwa sesosok lelaki penyabar yang dia kenal
juga bisa marah, bahkan sering
bahwa sosok lelaki shalih yang dia damba
kadang sulit dibangunkan untuk
shalat subuh berjama’ah
bahwa lelaki yang menghafal juz-juz al-qur’an itu
tak pernah menyempatkan diri
mengajarinya a-ba-ta-tsa…
“ahh…. itulah masalahnya,” kataku
semakin mengenali manusia
yang makin akrab dengan kita
pastilah aib-aibnya,
sedang mengenali Allah
pasti membuat kita
mengakrabi kesempurnaanNya
maka gantungkanlah harapan
dan segala niat untuk menjadi baik
hanya padaNya
hanya padaNya
jadilah ia tali kokoh yang mengantar pada bahagia
dan surga
~taken from Dalam Dekapan Ukhuwah by Salim A. Fillah~
Siapa sih yang ga kepingin kalo punya pasangan yang bisa menjadi teladan yang baik? Setiap muslimah pasti mau dunk ya. Saya juga pengen *blushing*. Tulisan di atas membuat saya jadi berpikir dua kali tentang tujuan menikah. Jujur, salah satu tujuan kenapa saya ingin menikah adalah agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Karena dengan berpasangan saya berharap agar ada yang bisa membimbing saya kepada kebaikan, ada yang mengingatkan ketika saya lalai, ada yang memberi motivasi ketika kurang bersemangat. Intinya, saya berharap pasangan saya itu kalo bisa adalah orang yang lebih baik dari saya.
Tapi setelah membaca tulisan oleh Salim A. Fillah diatas, sepertinya saya harus meluruskan niat lagi dalam menikah. Tetap berniat untuk jadi lebih baik, tapi tanpa menggantungkan harapan yang terlalu tinggi terhadap pasangan. Karena siapapun atau sebaik apapun akhlak pasangan kita, dia tetap aja manusia. Ada satu waktu yang imannya naik dan dia bisa menjadi teladan bagi kita. Tetapi dilain waktu, bisa jadi imannya turun dan menjadi tampak kekurangan yang ada pada dirinya.
Hm, so? letakkan harapan kita untuk menjadi baik, hanya padaNya dan hanya padaNya. Itu saja.
.:Banda Aceh, 14 Juni 2011:.
mmmm...betol..betol... Makna tulisannya dalem banget Mi.
ReplyDeletebaca bukunya ci, sama ami ada kalo mau pinjam =)
ReplyDeleteocay Ami..tQ, ntar ic kabari lagi ya ^^
ReplyDeleteeh, ternyata ic punya bukunya..hehe =D
ReplyDeleteici punya tapi ga tau klo dah punya..ck..ck..ck.. untung ada ami yg nge post.. hahahaha
ReplyDelete=D, udah baca ci bukunya?
ReplyDeleteulfa baca juga dunk fa..;)
ntar lebaran saya pulang, pinjamkan saya bukunya ya buk :) boleh ke?
ReplyDeleteInsya Allah boleh dek..:)
ReplyDeletesemacam dilema gitu ya kak, di satu sisi ingin mendapatkan pasangan yang bisa saling melengkapi dalam menjalankan syariat sesuai ketentuan Allah tapi di satu sisi, kita memang tidak bisa berharap terlalu muluk-muluk. yaa, tetap memperbaiki diri terus menerus, gitu kan ya? :)
ReplyDeleteiya, bener..terus memperbaiki diri agar bisa saling melengkapi satu sama lain :)
ReplyDelete