Tuesday, January 17, 2012

Let’s talk about dowry!


Pembahasan tentang mahar, pasti ga bisa lepas dari pernikahan. Karena mahar merupakan salah satu syarat sah pernikahan. Kalo datang ke acara pernikahan, salah satu yang menjadi pertanyaan dalam hati, berapa-an ya maharnya. Hanya sekedar pengen tau aja siy. Mengingat bahwa ternyata mahar di Aceh ini termasuk yang kedua tertinggi di Indonesia setelah Sulawesi (sumber). Pada tulisan ini, ingin sedikit membahas tentang Mahar dalam Islam dan Mahar dalam adat Aceh.

Mahar dalam Islam
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita yang kalian nikahi
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
(An Nisa:4)

Syari’at tidak memberikan batasan pada mahar karena tingkat ekonomi setiap individu itu berbeda. Namun, dianjurkan bagi muslimah untuk meringankan mahar.

Rasulullah pernah bersabda:
“Sebaik-baik mahar adalah yang paling meringankan”
(HR. Abu Dawud, Al-Hakim, dan ia menshahihkannya)

Realita pada zaman Rasulullah, kita dapati bahwa pernikahan menjadi begitu mudah karena mereka tidak memberat2kan masalah mahar. Pemuda, dengan kerelaan dari calon istrinya, memberi mahar menurut tingkat kemampuannya masing-masing. Bagi yang mampu, mereka dapat membayar mahar secara tunai, jika tidak mampu mereka dapat membayar mahar secara cicil, dan jika sangat2 tidak mampu pun, mereka dapat memberikan mahar dalam bentuk apapun dengan nominal serendah mungkin. (Sumber).


Mahar dalam Adat Aceh
Di aceh, maharnya didasarkan pada emas dengan satuan mayam yang setara dengan 3,3 gram emas. Dilihat dari pemilihan emas sebagai mahar, bisa dimaklumi karena mahar itu salah satunya dapat berupa harta (materi) yang mempunyai nilai nominal. Selain ia juga bisa berupa jasa atau manfaat yang dapat diambil oleh sang muslimah.

Kebanyakan teman2 saya yang sudah menikah, mahar mereka mengikuti standar yang berlaku di Aceh. Kurang tau juga penetapan standarnya darimana, mungkin dilihat dari rata-rata pernikahan yang terjadi di masyarakat Aceh, yaitu sekitar 10 mayam. Selain itu ada yang 16 mayam, 20 mayam, bahkan pernah suatu kali ketika menghadiri pernikahan seseorang, ketika disebutkan maharnya mencapai 30 mayam. Wow~! Bagi saya fantastis banget nilai maharnya. Jadi shock sendiri waktu dengarnya. Cuma bisa berprasangka baik bisa jadi sang wanita banyak bersyukur dan sedekah kali ya, jadi bisa dapat rezeki mahar yang begitu banyak dan berprasangka baik juga mudah2an sang pria benar2 ikhlas memberikan maharnya dengan penuh kerelaan kepada istrinya.

Bagi saya, seberapapun mahar yang diminta oleh sang wanita, jika sang pria mampu ya silakan2 saja. Yang jadi masalah jika jumlah mahar yang diminta itu memberatkan bagi sang pria, repot deh jadinya karena pernikahan yang seharusnya disegerakan menjadi tertunda. Karena dalam pikiran saya, menikah itu kan untuk kebahagiaan berdua, maka saling pengertianlah idealnya J.

Mahar Tinggi, Positif dan Negatifnya
(+)
Menekan angka perceraian, supaya orang2 ga mudah kawin cerai
Untuk memacu semangat pemuda2 agar lebih berusaha mencari penghasilan
(-)
pernikahan yang sebaiknya disegerakan, malah jadi tertunda
pacaran yang dilarang, malah jadi bertambah lama
Bagi yang kurang mampu, diusianya yang matang jadi telat deh nikahnya..

Jadi solusinya gimana ya? Mungkin hal ini dapat dimulai dari para muslimah itu sendiri. jika permintaan mahar itu dapat disanggupi oleh sang pemuda, maka Alhamdulillah. Tapi jika memberatkan bagi sang pemuda, maka ringankanlah (sumber).

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik pernikahan adalah yang paling mudah.” 
(HR. Abu Dawud (n. 2117), Ibnu Hibban (no. 1262 dalam al-Mawaarid) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (I/221, no. 724) dshahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihihul Jaami’ (no. 3300))


Tapi ditengah2 fenomena semacam itu di Aceh, saya yakin, tidak semua keluarga Aceh seperti itu. Saya teringat dengan seorang teman yang menjadikan mahar pernikahannya berupa hafalan al-Qur’an. Kagum saya pada sikapnya yang tidak memberatkan mahar calon suaminya. Serta orang tuanya yang juga berlapang dada terhadap calon menantu mereka.

Mahar, tinggi atau tidaknya, tidaklah menandakan kemuliaan atau ketaqwaan seseorang. Maka permudahkanlah urusan mahar, jangan berlebih2an.

~moga dapat menjadi bahan renungan, terutama bagi diri jika saat itu tiba~

7 comments:

  1. Wow Ami-san...mantapz bgt tulisannya.. Sgt bermanfaat.. salut juga ma kwn Ami y maharnya berupa hafalan Al-Qur'an =D
    Btw, ad loh teman abg...y waktu mau nikah maharnya diberatkan ma keluarga cew, tujuannya supaya tu cow mundur. Tapi krn mang niatnya tulus semua teman2 tu cow ikhlas bantuin, ampe maharnya cukup.. =)

    ReplyDelete
  2. tulisannya dari berbagai sumber..
    tapi rada berat juga nulis ini
    gampang diomongin, takutnya berat untuk dijalankan..
    tapi mudah2an jika saat itu tiba, Allah memudahkan semua urusan, amin..


    iya ci, kk leting..
    hm, ada ya kejadian kayak gitu..alhamdulillah ada yang bantuin, kl jodoh ga bakal kemana..:)

    ReplyDelete
  3. Wah...wah... Ami dah mulai ngomongin dowry ne... Ama doain segera dapat dowrynya ya... ;)

    Di daerah kita (Aceh) takaran mahar ini identik banget dengan adat dan budaya di suatu kampung/domisili si gadis. Sangat disayangkan kalau ada masyarakat yang salah mengartikan pemberian mahar ini sebagai suatu prestige untuk mencapai presisi dalam masyarakat. "Semakin banyak maharnya, semakin tinggi tingkatan sosial keluarga si gadis"
    http://lovewatergirl.wordpress.com/2012/01/24/disuatu-cafe-di/

    ReplyDelete
  4. amin, makasie ya Ama..:)

    miris :(

    ReplyDelete
  5. waa...mungkin ada postingan khusus tentang mahar di blog ai, anyway...inspired banget kak^^

    ReplyDelete
  6. ditunggu tulisannya ai-chan~! :),

    alhamdulillah, moga bermanfaat dan dapat kita amalkan..amin YRA

    ReplyDelete

The 3rd Trimester: Doa-Doa untuk Meminta Keturunan yang Baik

Ini beberapa doa yang sering saya panjatkan ketika hamil. “rabbi innii nazartu laka maa fii batni muharraran fataqabbal minni, inn...